Selasa, 08 Agustus 2017

Program Kehamilan di RS. Syafira Pekanbaru 2017

Usia dua puluh dua, Allah masih memberi kesempatan agar saya mau lebih giat memanjatkan doa. Sudah satu tahun pernikahan, saya belum juga hamil. 

Tulisan ini akan sangat detail mengenai pemeriksaan, sebab sebelumnya saya merasa sangat terbantu dengan banyaknya tulisan orang lain yang menceritakan pengalaman program kehamilannya, sehingga saya ingin melakukan hal serupa.

Sejak menikah pada 13 Juli 2016 lalu saya dan suami sudah mencoba beberapa hal sebagai ikhtiar untuk mendapat keturunan. Saya pernah mencoba konsumsi prenagen esensis, asam folat, madu penyubur, obat dari dokter, dan makanan alami lainnya yang katanya membantu kesuburan. Suami saya sudah sering mengonsumsi kemangi, toge, alpukat, jambu, madu dan obat penyubur lainnya. Hanya saja bulan Juli 2017 saya masih datang bulan. Akhirnya kami memutuskan untuk segera melakukan program kehamilan.

Di Pekanbaru, saya sering mendengar nama Dr. Suryo Bawono. Beliau adalah spesialis baby program yang sudah sering berhasil menangani pasien sulit hamil. Melihat instagramnya yang diikuti belasan ribu akun dan perkataannya yang selalu mengaitkan keturunan dengan izin Allah sempat membuat saya memiliki keinginan untuk menemui beliau. Hanya saja suami saya menginginkan program di dokter perempuan. Akhirnya kami pergi ke RS. Syafira pada tanggal 5 Agustus 2017.

Di RS. Syafira, kami memilih Dr. Befimiroza Adam Spog. Kata resepsionis beliau muslim dan sudah senior. Ketika masuk ke ruangannya, di luar ekspektasi ternyata dokternya masih muda. Saya langsung melakukan trans vagina. Di cek rahim, katanya bersih. Sel telur banyak tapi kecil-kecil. (Gejala PCOS)


Setelah itu, dokter meminta suami untuk cek sperma di Prodia. Dan saya diharuskan melakukan pemeriksaan HSG di hari ke-9 haid. Pemeriksaa HSG berguna untuk mengetahui apakah ada penyumbatan atau tidak di tuba palofi. Oh ya, saat trans vagina tersebut saya sedang haid hari ke 6, padahal waktu yang baik untuk cek sel telur adalah hari ke 2 haid. Jadi kalau teman-teman mau cek, mening hari ke dua aja ya.

Hmmm, saya banyak bertanya dan dokter menjawab seadanya.

Selesai pemeriksaan, dokter memberi resep 2 jenis obat untuk saya dan 1 jenis untuk suami.

Di kasir, kami harus membayar sekitar Rp. Rp. 1.500.000. Saya kaget, karena setau saya trans vaginal tidak lebih dari 200 ribu. Akhirnya saya tidak menebus obatnya karena ingin mengetahui hasil HSG terlebih dahulu. Jadi di hari pertama cek itu kami hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp. 255.000 😅



Hari Senin sore tanggal 7 Agustus kami berangkat kembali ke Pekanbaru. Dua jam perjalanan, akhirnya kami sampai di Prodia pukul 7 malam. Ternyata kami harus booking terlebih dahulu dan kembali pukul 12 siang keesokan harinya. Akhirnya kami ke Paramita, di sana bisa langsung cek dan hasilnya bisa diambil pukul 9 pagi keesokan harinya. Biaya pemeriksaan sperma di Paramita Rp. 339.000. Hasil tesnya diceritakan di tulisan berikutnya.

Pulang dari Paramita, saya googling banyak tulisan tentang HSG. Banyak yang menceritakan rasa sakit yang dialami selama HSG. Saya mulai cemas. Ada tulisan yang mengatakan sakitnya HSG seperti sakit melahirkan dan sakitnya sulit dilupain. Saya makin takut. Untungnya, saya menemukan satu blog yang mengatakan bahwa HSG tidak sesakit yang dibayangkan. Blog itulah yang terakhir saya baca.

Keseokan harinya, kami pun langsung ke RS. Syafira. Setelah daftar di resepsionis, petugas radiologi membawa saya ke ruangan. Saya diminta membayar Rp. 650.000 lalu diminta menunggu.

Mulai cemas. Ruangannya di luar ekspektasi. Ternyata di ruang radiologi hanya ada tempat berbaring untuk rongten, tirai untuk ganti pakaian, alat2 entah apa, ruangan tertutup untuk memoto hasil rongten, dan AC yang sangat dingin. Suami saya tidak diizinkan masuk. Semakin khawatir. Badan gemeteran. Dan, proses HSG dimulai.

Saya diminta berbaring menggunakan sarung (sarung atulah wkwk) setelah sebelumnya memasukan obat penghilang nyeri lewat belakang. Dokter memasukan selang yang panjang ke rahim saya lewat vagina. Tidak sakit sama sekali Alhamdulillah. Kemudian Dokter radiologi menyemprotkan cairan kontras untuk mengetahui apakah tuba saya mengalami penyumbatan atau tidak. Jika ada penyumbatan, maka sel telur dan sel sperma tidak akan pernah bertemu. Dan penyemprotan itulah, saat-saat yang mungkin menurut orang lain sakit luar biasa. Alhamdulillah, saya hanya merasa ngilu beberapa detik seperti mules haid dan tidak sesakit yang dibayangkan. Sempat memang bilang sakit ke dokternya, dokternya langsung menghibur dan mengalihkan perhatian. Untungnya dokternya menyenangkan. Namanya Dr. Armelia. Sp. Rad. Ini hasil HSGnya. Oh ya, jangan lupa bawa pembalut, bisa jadi rumah sakit tidak menyediakan. Sebab selama perjalanan pulang cairan kontras yang disemprotkan biasanya akan banyak yang keluar. 





Kami diminta kembali ke poli kandungan. Alhamdulillah tidak ada masalah, tidak ada penyumbatan. Dokter akhirnya hanya memberi resep untuk menghilangkan keputihan dan obat penyubur. Di kasir, kami harus membayar 1.750.000 . Saya kaget lagi. Soalnya biaya HSG sudah bayar. Ternyata obat penyubur suami yang memang mahal. Sekitar 1.200.000. Saya dan suami berdiskusi terlebih dahulu dan memutuskan untuk menebus obat keputihan saja. Jadi kami hanya membayar Rp. 550.000. 

Kesimpulannya, saya menghabiskan biaya sekitar Rp. 1.795.000 untuk transvagina, cek sperma, cek HSG, pembersihan vagina dari keputihan, obat keputihan, konsultasi dokter 2 kali, dan biaya administrasi rumah sakit 2 kali. Dan kami belum menebus satu pun vitamin penyubur. Masih ingin mencoba makanan penyubur yang alami. Dan memperbanyak doa. :')

Tentang Dr. Suryo Bawono, tetangga saya sudah cek ke sana. Kita harus menyiapkan uang sekitar 2 juta atau lebih untuk pertama konsul (trans-v suntik, konsultasi, madu habbat, minyak ikan, dll). Mungkin biaya konsul tiap orang akan berbeda tergantung hasil pemeriksaan. Nah menurut hemat saya, jika ingin program kehamilan baiknya segera minta rujukan HSG dan cek sperma. Soalnya takutnya sudah konsumsi obat untuk 2 bulan tapi ternyata ada masalah di sperma dan hasil HSG. Jadi lebih baik memastikan dulu semuanya baik-baik saja. Hmm tapi bagaimana pun setiap dokter pasti lebih tahu apa yang harus dilakukan.

Dari pengalaman 2 kali berobat ini ada hal-hal yang saya pelajari.

1. Banyak mencari info terlebih dahulu tentang apa pun yang berhubungan dengan program kehamilan.
2. Ketika ketemu dokter tanyakan semua hal yang belum dipahami.
3. Ketika di kasir, minta penjelasan obat apa saja yang akan didapatkan, dan pertimbangkan mana saja yang benar-benar dibutuhkan. Jika memang tidak sreg dengan biayanya, bilang saja tidak akan ditebus. Kasir Syafira untungnya ramah dan tidak mempermasalahkan jika kita hanya membayar biaya admin (Rp. 15.000) dan konsultasi dokter (Rp. 90.000).
4. Dokter biasanya memberi resep setelah transvagina, menurut saya jangan dulu ditebus. Sebab jika hasil analisa sperma dan cek HSG bermasalah, bisa jadi kita memerlukan obat lain dan bukan penyubur. Jika semua hasil lab bagus, memang sebaiknya menebus semua obat penyubur yang disarankan dokter.

Begitu :')

Semoga cerita ini bermanfaat. Doakan kami agar lebih mampu bersabar dan pandai bersyukur, pandai menjaga tubuh dan menjaga ibadah. Allah maha mengatur banyak hal. Maha mengabulkan doa meski dengan banyak cara. Saya yakin bahwa banyak hal yang bisa dilakukan selama penantian. Wallahualam. Terima kasih sudah membaca :')

Buat temen-temen yang sudah membaca tulisan ini, bisa lanjut baca tulisan saya yang judulnya Tentang Keputusan Memilih Operasi, soalnya ternyata dari hasil cek sperma, diketahui bahwa suami saya yang bermasalah. Ceritanya bisa di lihat di Tentang Cek Sperma dan Keputusan Memilih Operasi


Buat yang nanya sekarang udah hamil atau belum, Alhamdulillah udah. Ceritanya bisa dibaca di https://resnaje.blogspot.com/2020/04/cerita-garis-dua.html

Instagram @resnaj 

Minggu, 26 Maret 2017

Melamar Pekerjaan

Awal Februari saya melihat brosur lowongan kerja menjadi guru di sekolah milik perusahaan Astra Agro Lestari. Saya langsung mengirimkan lamaran melalui surel. Lima belas Februari 2017, saya mendapat pesan dari perusahaan untuk mengikuti tes berikutnya di Amaris Hotel. Suami saya akhirnya meminta saya untuk mempelajari cooperative learning, mempelajari pertanyaan wawancara kerja,  matematika dasar, kurikulum, dan pedagogik.

Langkah pertama yang saya lakukan adalah membaca power point milik suami yang berisi tentang Cooperative Learning. Saya membaca lebih dari 15 jenis cl di SD dan SMP. Ada sedikit bayangan meski tidak bisa saya hafal semua. Selanjutnya, saya goolgling pertanyaan seputar wawancara kerja. Ada satu blog yang saya buka. Blog tersebut adalah blog yang muncul pertama di laman pencarian. Berisi 30 pertanyaan seputar wawancara. Saya berlatih tanya jawab dengan suami. Beberapa kali.

Setelah itu, sehari sebelum seleksi, saya pergi ke perpustakaan sekolah yang ada di belakang rumah untuk meminjam buku saku Matematika Dasar dan buku paket Bahasa Indonesia. Saya hanya mampu mempelajari Matematika kurang dari satu jam. Otak saya pening melihat rumus dan angka. Akhirnya saya beralih membaca silabus dan buku paket untuk memilih satu materi yang bisa dipakai untuk tes mikroteaching. Saya memilih fabel.

Saya lantas membuat RPP kurtilas, dan memutuskan untuk menggunakan metode Cooerative Script. Di tengah-tengah pembuatan RPP, saya dipusingkan memilih satu fabel yang bagus untuk diceritakan di awal pembelajaran. Sampai sore, RPP belum selesai, dan fabel yang tepat belum ditentukan.

Tetapi akhirnya sebelum berangkat ke Pekanbaru untuk bermalam di rumah saudara, saya bisa menyelesakan RPP tersebut. Fabel dan media belum teratasi.

Di rumah saudara, sebelum tidur saya membaca banyak fabel di internet dan akhirnya menemukan satu fabel yang dirasa tepat. Urusan fabel selesai, tapi urusan media dan cara mengajar belum sama sekali.

Suami akhirnya meminta saya untuk mempraktikan mikro teaching terlebih dulu.

Mikro teaching di depan suami nyatanya tidak mudah. Saya grogi. Dan berulang kali harus mempraktikan cara membuka pembelajaran di kelas. Suami akhirnya menyerah dan mengatakan kepada saya untuk berdoa saja. Saya tidur dalam keadaan tidak tenang. Saya belum membuat media. Perusahaan memang tidak meminta, saya hanya disuruh membawa alat tulis saat seleksi, tapi suami tetap meminta saya menyiapkan diri semaksimal mungkin. L

Subuh saya terbangun. Dan langsung terpikir untuk membuat origami binatang menggunakan kertas berisi fabel. Selepas shalat, saya membuat beberapa origami dengan cara searching terlebih dulu.

Pukul 6 saya tiba di hotel, suami langsung meninggalkan saya karena harus tetap mengajar. Tes pertama dimulai pukul sembilan. Sebelum dimulai, panitia mengingatkan kami bahwa jika diterima kelak, kami harus mau ditempatkan di manapun. Termasuk Sulawesi atau Kalimatan. Panitia juga menjelaskan tahap-tahap seleksi.

Tes tulis, wawancara, mikro teaching, medikal check up, training 3 bulan, baru dinyatakan layak jadi guru Astra atau tidak.

Tes pertama adalah pedagogik. Jawabannya pilihan ganda tetapi harus disertai penjelasan yang sangat rijit tentang alasan jawaban. Sembilan dari sepuluh soal berisi tentang cooperative learning. Satu soal lainnya tentang kurikulum. Semua pertanyaan merupakan ilustrasi. Dan jawaban kita adalah pengandaian jika kita menjadi guru. Untunglah saya sudah mempelajari cl sebelumnya. Jadi tidak begitu kesulitan.

Kesulitan saya adalah pada tes kedua, tes matematika dasar. Dua belas soal logika dan rumus. Empat tahun tidak bertemu matematika. Dan akhirnya dipaksa berpikir kembali. Begitu keras. Tetapi tetap saja hanya mampu menjawab separuhnya. Separuh yang lain saya bermain tebak-tebakan.

Pengumuman ditempel di jendela hotel pukul dua siang. Terdapat 17 nama. Salah satunya nama saya. Kami langsung diminta untuk memasuki ruang wawancara.

Di sana, kami ditanya kembali tentang kesiapan mengajar di luar Sumatra. Saya menjawab siap. Selanjutnya kami dibagi ke dalam tiga grup. Saya masuk grup pertama. Ada dua orang penguji di dalam ruangan tersebut. Kami diminta ke depan satu persatu.

Saya bisa menyaksikan rekan yang lain dipanggil satu persatu. Mereka berasal dari berbagai jurusan. Beberapa rekan yang dipanggil di awal diminta untuk mikro teaching. Selain itu, untuk jurusan PAI mereka ditanya hafalan Al-Qur'an masing-masing dan dites surat An-naba. Jurusan Bahasa Inggris diminta menerjemahkan koran secara langsung. Jurusan PGSD diminta untuk mengajar anak kelas 1 SD membaca.

Saya diapnggil terakhir. Saya sudah sangat siap jika diminta mikro teaching. Ketika saya di depan, saya tidak diminta untuk mengajar, tetapi menyanyikan gurindam. Tidak ada yang saya hafal. Saya lantas menjawab tidak bisa. Lalu saya diminta menyebutkan jenis-jenis pantun lama, saya hanya bisa menyebutkan 3.

Akhirnya saya diminta menjadi seorang reporter. Alhasil blah bloh. Wong saya nyiapin untuk ngajar. 😭😭😭 Selanjutnya pertanyaan mengarah ke cooperative learning, untunglah saya ditanya tentang metode CIRC. Saya bisa menjawabnya karena metode tersebut adalah variabel penelitian skripsi saya. Terakhir saya ditanya tentang skill lain selain kemampuan akademik.

Saya kembali ke tempat duduk dengan perasaan dongkol. Menyesal tidak hafal gurindam. Haha
Kami kemudian diminta untuk menunggu pengumuman berikutnya. Mohon doanya diberi yang terbaik. Semoga pengalamannya bermanfaat. Aamiin