Sabtu, 23 November 2013

Kutipan Cerpen Kupu Kupu -Avianti Armand



Di langit kadang kau temukan keanehan. Selarik putih yang bukan awan, bukan sinar. Seperti garis lintas, yang tak jelas ujung dan asalnya.  Ada dan hilang. Bergetar sayu dari jauh, dan mendekat-hingga aku bisa melihat-berjuta kepak sayap kecil. Berkerumun. Berpencar. Lalu luruh seperti keeping-keping salju.

Berapa banyakkah kupu-kupu di negeri ini?

Malam masih keras. Hujan turun deras. Dari tepi kota, angin menderitkan besi-besi yang sekarat. Bunyi itu mengiris, menyelinap di sisi kepala orang-orang yang bergegas pulang, pergi, atau sekadar menghindari detak tajam ujung hujan di kepala. Mereka mengeluh karena terpaksa berteduh. Tapi hujan baik untuk menyeka yang lusuh: daun-daun, trotoar, gang-gang kumuh, atap-atap seng, dan jendela-jendela. Satu terbuka tiba-tiba. Tak penuh, hanya selebar siku. Di baliknya, seorang gadis berdiri. Sinar kuning merkuri lampu jalan menyelinap malas ke kamar itu.

Ia mendesah panjang. Hari ini tubuhnya perih. Tidak, ia bukan lemah, hanya lelah. Tapi aku tak mengeluh, bisiknya-mungkin pada ambang yang mengelupas cahaya di sana-sini. Setiap orang toh harus menjual sesuatu untuk bertahan hidup. Sebagian menjual mimpi, sebagian menjual peluh. Ia menjual mimpi berpeluh. Itu sah saja di dunia di mana setiap orang akan mengambil apa yang mereka butuhkan.

Dan ia tak malu, meski tetap akan berdusta. Lebih memalukan bila tak punya apa-apa untuk dijual. Tak ada juga yang benar-benar menyukai kejujuran. Sesungging senyum getir mengambang-mungkin buat korden yang tak lagi punya warna. Jangan ragu untuk berdusta, katanya, bukankah dongeng dan negeri para peri pun adalah kejujuran?

Lalu ia tertawa parau. Dibentangnya jendela. Dikenakan sayapnya yang koyak di tepi, dan terbang. Angin dan air seketika menghambur. Dingin, meski urung menggigilkan. Dia menari di antara biru dan titik-titik ungu. Bintang jatuh dan butir salju. Tubuh itu seketika kuyup. Di bawahnya, kota yang becek dan brengsek bergerak tak peduli memendarkan cahaya yang tak henti menggaris, menembus hujan. Debu yang lepas dari udara melapisi semua dengan kelabu.

Tapi ia menolak kelabu. Juga semua putih. Telah dikenakannya merah pada bibirnya dan jingga pada kedua peluh kuku kaki dan tangannya. Dia memulas hijau pada kelopak mata, juga jambon pada tinggi tulang pipinya. Lalu keluar menyusur gelap. Penuh warna, tak lagi putih. Bukankah aku cantik, tanyanya. Angin meniupkan siulan-siulan iseng mengiyakan. Lebih dari cantik, kamu menggoda.

Gadis itu melayang dan menari, dengan sayap sedikit koyak dan warna pelangi. Terkepak, meski berat dan basah. Ia menari melintasi jalan layang dan mobil terbang, juga kolong jembatan, lalu berhenti – tersangkut pada cabang-cabang asam keranji yang telanjang. Mungkin satu dari sedikit yang tersisa di dalam kota. Di bawah kakinya, bayang-bayang yang kecil berkelebat cepat seperti hantu.

Tapi dia menolak kelabu. Juga semua putih. Telah dikenakannya merah pada bibirnya dan jingga pada kedua puluh kuku kaki dan tangannya. Dia memulas hijau pada kelopak mata, juga jambonpada tinggi tulang pipinya. Lalu keluar menyusur gelap. Penuh warna, tak lagi putih. Bukankah aku cantik, tanyanya. Angin meniupkan siulan-siulan iseng mengiyakan. Lebih dari cantik, kamu menggoda.

Gadis itu melayang dan menari, dengan sayap sedikit koyak dan warna pelangi. Terkepak, meski berat dan basah. Ia menari melintasi jalan layang dan mobil terbang, juga kolong jembatan lalu berhenti – tersangkut pada cabang-cabang asam kranji yang telanjang. Mungkin satu dari sedikit yang tersisa di dalam kota. Di bawah kakinya, bayang-bayang yang kecil berkelebat cepat seperti hantu.
***
                Di kota ini, aku bukan satu-satunya.Aku tak tahu berapa banyak, meski kami saling tahu. Tapi bila malam mulai turun dan birahi naik, tangan-tangan hitam akan melepaskan kami, menghambur keluar dari celah-celah kota yang sempit dan tak pernah sama. Kenakan topeng kalian, teman. Malam ini kita berpesta. Kota ini tak pernah tidur, dan selalu ada yang butuh dihibur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar