Sabtu, 11 Januari 2014

Kajian Puisi Struktural Semiotik

Antara Alegori Atau Realita
oleh Resna J Nurkirana
Abstrak     : Puisi atau sajak merupakan sebuah struktur yang kompleks, maka untuk memahaminya perlu dianalisis sehinga dapat diketahui bagian-bagian serta jalinannya secara nyata (Pradopo, 2012:14). Puisi memiliki unsur-unsur pembentuk makna yang menjadi satu kesatuan tak terpisahkan. Puisi  Buat Anna Politkovskaya” karya Bode Riswandi memiliki daya tarik dari berbagai segi, misalnya dari pemilihan diksi, gaya bahasa dan teka-teki yang terkandung di dalamnya. Untuk benar-benar memahami setiap unsurnya secara keseluruhan, diperlukan sebuah pengkajian terhadap puisi tersebut dengan menggunakan teori struktural semiotik. 
Kata kunci Struktur, fenomenologis, heuristik, heurmeunetik, mimetik.

Buat Anna Politkovskaya
Salju yang runtuh dari rambut kelabumu
Semacam peluru makarov yang dilempar
Seseorang ke dada dan kepalamu.
Lantas orang-orang bernyanyi untukmu, tentang nasib serta takdir mereka yang bermukim di lobang senjata.
Di checnya kematian itu mudah tumbuh. Bagaikan rumput katamu. Berlapis-lapis ketakutan menjalar di dinding dan di kanal.
Aku menatap jauh ke langit kelabu, namun tidak sekelabu rambutmu yang menusuk banar peristiwa.
Aku bernyanyi untukmu, Anna. Ketika jari lentikmu berdarah mencium aroma bangsa yang punah.
Di jalan-jalan, di tenda-tenda salju turun lebih kerap dari sebelumnya.
Tapi nama-nama yang terkuras air matanya lebih kerap dari sekedar salju itu, Anna.
Aku bernyanyi untukmu, Anna. Ketika salju tak cukup memadamkan bara di tubuhmu
Ketika burung-burung terbang ke dasar waktu.
Dan beratus pasang biji mata di giring ke arahmu.
Salak anjing lari dari jiwa hutan, rasa dingin lari dari tubuh salju, dan warna senja lari dari langit kelabu. Lalu yang datang kepadamu, Anna.
Mungkin rahasia atau kabar yang sederhana.

2009, Bode Riswandi
A.    PENDAHULUAN 
Ricoeur dalam Faruk (2012:45) mengatakan bahwa karya sastra menjadi wacana yang tidak bertuan, terpisah dari kenyataan sosial, dan tidak diarahkan pada orang atau kelompok orang tertentu yang ada dalam situasi dan kondisi produksinya. Pendapat tersebut kemudian dibantah oleh usaha Swingewood yang mencoba membangun pertalian antara karya sastra dengan dunia sosial. Ia kemudian menggunakan teori mimesis dari plato yang mengatakan bahwa dunia dalam karya sastra merupakan tiruan terhadap dunia kenyataan yang sebenarnya juga merupakan tiruan terhadap dunia ide. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa karya sastra yang di dalamnya merupakan rekaan dari sebuah realitas, tidak bisa lepas dari unsur-unsur yang berada di luar strukturnya.
Puisi dikatakan berstruktur karena ia adalah sebuah keseluruhan yang terbangun dari unsur-unsur yang saling berhubungan di dalamnya (Faruk, 2012:132). Teori analisis struktural memandang bahwa karya sastra berdiri otonom, merupakan satu kesatuan yang utuh, bulat, dan mencukupi dirinya sendiri. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa teori struktural murni melepaskan sajak dari penyair dan masyarakatnya. Padahal menurut Teeuw dalam Pradopo (2012:125), sebuah sajak (karya sastra) tidak hadir atau tidak dicipta dalam kekosongan budaya. Sebuah karya sastra tidak terlepas dari pengarang yang menuliskannya. Pengarang tidak terlepas dari paham-paham, pikiran-pikiran, atau pandangan dunia pada zamannya ataupun sebelumnya. Juga tidak lepas dari kondisi sosial budayanya. Semuanya itu tercermin dalam karyanya, tercermin dalam tanda-tanda kebahasaan dan lainnya.
            Puisi “Buat Anna Politkovskaya”lahir dari seorang penyair kelahiran tasik bernama Bode Riswandi. Pertanyaan yang pertama kali muncul ketika membaca puisi tersebut adalah identitas seseorang bernama Anna Politskovskaya. Jika hanya menganalisis keterkaitan unsur yang berada di dalam karya, kita bisa mengambil kemungkinan bahwa Anna adalah sosok imajiner yang diciptakan Bode yang digambarkan mengalami beberapa peristiwa tragis selama hidupnya. Tapi jika kita berpijak pada teori-teori yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa puisi lahir dari kondisi sosial budayanya, bahwa puisi merupakan tiruan dari realita, akan ada kemungkinan bahwa Anna bukan semata-mata tokoh rekaan yang Bode ciptakan dari pikirannya, melainkan tokoh yang benar-benar ada dan hidup di masyarakat. Melalui pendekatan fenomenologis yang menganalisis setiap unsur di dalam karya dan pendekatan mimetik yang menghubungkan karya dengan realita, diharapkan maksud dari puisi Bode dapat dipahami secara menyeluruh.

 
B.     KAJIAN
Pada pendahuluan telah disinggung bahwa sajak merupakan sebuah struktur tanda-tanda yang bermakna. Hal ini memberikan kemungkinan bahwa sebuah karya sastra dapat dianalisis secara otonom tanpa mengaitkannya dengan pelbagai hal di luar karya.
Dalam Pradopo (2012:14) dijelaskan bahwa karya sastra itu tak hanya meruapakan satu sistem norma, melainkan terdiri dari beberapa strata atau lapis norma. Norma itu sendiri menurut Rene Wellek (1968:150-151) jangan dikacaukan dengan norma-norma klasik, etika, ataupun politik. Norma itu harus dipahami sebagai norma implisit yang harus ditarik dari setiap pengalaman individu karya sastra dan bersama-sama merupakan karya sastra yang murni sebagai keseluruhan (Pradopo, 2012:14). 
Berikut akan dipaparkan terlebih dahulu analisis struktur dengan menggunakan analisis strata norma Roman Ingarden.
Menurut Pradopo (2012:16) lapis bunyi dalam sajak ialah semua satuan bunyi berdasarkan konvensi bahasa tertentu, dalam hal ini Bahasa Indonesia. Hanya saja pembicaraan lapis bunyi dalam sebuah puisi difokuskan pada bunyi-bunyi yang bersifat istimewa atau khusus, yaitu yang mempergunakan efek puitis atau nilai seni. Sajak “Buat Anna Politskovskaya” memiliki beberapa bunyi yang terdengar berirama seperti tertuang pada baris pertama, /Salju yang runtuh dari rambut kelabumu/. Baris tersebut didominasi oleh asonansi huruf u yang menyebabkan puisi tersebut terdengar merdu. Kemudian pada baris ke tujuh, /Ketika jari lentikmu berdarah mencium aroma bangsa yang punah/ terdapat alterasi huruf h yang menimbulkan suasana pilu dan mencekam. 
Hal ini akan berkaitan erat dengan pemilihan diksi yang ada dalam puisi tersebut. Jika saja puisi ini tidak memerhatikan keselarasan bunyi, bisa saja diksi rambut kelabumu diganti menjadi rambut berubanmu atau misalnya diksi punah diganti menjadi hilang atau mati. Hal tersebut membuktikan bahwa setiap unsur sajak biasanya saling melengkapi. Diksi yang dipakai akan memerhatikan keindahan bunyi agar menimbulkan irama yang padu. Namun tidak semua puisi terus menerus bermain di ranah bunyi, termasuk sajak di atas. Dapat dikatakan sajak tersebut lebih banyak memiliki bunyi yang tidak merdu atau kakofoni, hal ini bisa jadi bertujuan untuk mendukung sebuah suasana kacau yang ingin dihadirkan pada pembaca.
Bunyi berirama hanya ditemukan pada baris-baris tertentu, selebihnya puisi ini lebih mengedepankan diksi dan gaya bahasa demi memunculkan sebuah suasana yang liris dan tragis. Beberapa diksi yang terdengar asing diantaranya salak, banar, dan peluru makarov. Tiga diksi tersebut sebenarnya bisa saja digantikan dengan lolongan, akar, atau peluru jika ingin membuat pembaca lebih mudah memahaminya. Tapi tidak demikian, puisi ini benar-benar memerhatikan keterkaitannya dengan unsur lain. Tiga diksi di atas mungkin saja bertujuan untuk menambah suasana tegang dalam puisi tersebut.
Selain itu gaya bahasa yang banyak muncul diantaranya metafora, simile, dan personifikasi. /Di checnya kematian itu mudah tumbuh bagaikan rumput/, puisi ini membandingkan kematian dengan rumput yang memiliki sifat mudah tumbuh. Baris ini menggunakan gaya bahasa simile, yaitu bahasa kiasan yang menyamakan satu hal dengan hal lain dengan mempergunakan kata-kata pembanding (Pradopo, 2012:62). Dalam baris di atas, simile dibuktikan dengan diksi bagaikan. Pun dengan baris  yang berbunyi /Salju yang runtuh dari rambut kelabumu semacam peluru makarov yang dilempar / menggunakan kata pembending semacam.
Tidak jauh berbeda dengan simile, terdapat gaya bahasa metafora. Perbedaan keduanya hanya terletak pada ada tidaknya diksi pembanding seperti bagai, bak, semisal, seumpama dan sebagainya. Dalam puisi di atas, gaya bahasa metafora ditemukan pada baris /Aku menatap jauh ke langit kelabu, namun tidak sekelabu rambutmu yang menusuk banar peristiwa/. Puisi ini mengumpamakan langit kelabu dengan rambut kelabu tokoh Anna yang mampu menusuk banar/akar peristiwa.
Selain itu gaya bahasa personifikasi ditemukan pada baris /Salak anjing lari dari jiwa hutan, rasa dingin lari dari tubuh salju, /dan warna senja lari dari langit kelabu/.
  Personifikasi merupakan kiasan yang mempersamakan benda dengan manusia (Pradopo, 2012:75). Puisi ini menyuguhkan sebuah fenomena imajinatif dengan menggambarkan tiga hal yang dikiaskan lari dari tempatnya bak manusia yang sudah tidak betah tinggal di rumahnya. Semua hal di atas semata-mata untuk menambah efek puitis sebuah puisi dan kedalaman makna yang terkandung di dalamnya.
Puisi ini juga memakai sarana retorika yang dinamakan tautologi. Dalam Pradopo (2012:95) menjelaskan bahwa tautologi ialah sarana retorika yang menyatakan hal atau keadaan dua kali. Aku bernyanyi untukmu, Anna/ ditemukan pada baris ketujuh dan baris kesepuluh. Hal ini bertujuan untuk memberikan penegasan dan pemaknaan yang lebih mendalam bagi para pembaca.
Setelah analisis lapis suara diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa unsur-unsur yang lahir dalam puisi “Buat Anna Politskovskaya” saling menguatkan satu sama lain. Bunyi yang kacau, diksi yang asing, majas-majas mengharukan, dan tipografi yang tidak beraturan merupakan satu-kesatuan yang mampu melibatkan emosi dan perasaan pembaca. 
Bahasa adalah bahan mentah sastrawan (Wellek dan Werren, 1989:217). Jika para pelukis menjadikan kanvas dan cat air sebagai alat untuk melukis, maka penulis menjadikan bahasa sebagai mediumnya.  Dalam bahasa itu sendiri terdapat satuan-satuan bahasa diantaranya fonem, suku kata, kata, kalimat, alinea, bait, dsb. Pun dengan sajak Bode berjudul “Buat Ana Politskovskaya”, di dalamnya terdapat kata-kata yang dirangkai menjadi sebuah kalimat bermakna.
/Salju yang runtuh dari rambut kelabumu /Semacam peluru makarov yang dilempar seseorang ke dada dan kepalamu. / Pada bait tersebut, seseorang yang disebut –mu digambarkan memiliki rambut berwarna kelabu dan menjatuhkan runtuhan salju. Karena sajak ini berjudul “Buat Anna Politskovskaya” maka dapat diambil kesimpulan sementara bahwa seseorang yang digambarkan berambut kelabu ini adalah Anna.  Selain itu Anna dikisahkan terkena lemparan peluru makarov di dada dan kepalanya. Lemparan tersebut dapat diartikan sebagai tembakan, mengacu pada benda yang dilemparkan yakni sebuah peluru yang sudah pasti berasal dari sebuah benda bernama senjata/pistol.
/Lantas orang-orang bernyanyi untukmu, tentang nasib serta takdir mereka yang bermukim di lobang senjata/ Di checnya kematian itu mudah tumbuh. Bagaikan rumput katamu. Berlapis-lapis ketakutan menjalar di dinding dan di kanal/.  Setelah kejadian penembakan tersebut, banyak orang yang bernyanyi untuk Anna. Nyanyian yang berbicara mengenai nasib serta takdir orang-orang yang bermukim di lobang senjata dapat diartikan sebagai suara-suara atau pendapat orang-orang tentang Anna dan mereka yang berada di medan perang. Itu menandakan bahwa sosok Anna adalah seseorang yang berjibaku dengan hal-hal berbau peperangan. Hal ini dijelaskan lagi pada baris berikutnya yang menyebutkan suatu tempat dimana di tempat tersebut sering terjadi kematian. Puisi tersebut menggambarkan kematian seperti rumput yang mudah tumbuh. Kematian di Checnya seakan-akan menjadi hal yang biasa dan sering terjadi sampai-sampai memunculkan rasa takut dimana-mana.
/Aku menatap jauh ke langit kelabu, namun tidak sekelabu rambutmu yang menusuk banar peristiwa./ Aku bernyanyi untukmu, Anna. Ketika jari lentikmu berdarah mencium aroma bangsa yang punah./ Di jalan-jalan, di tenda-tenda salju turun lebih kerap dari sebelumnya./ Tapi nama-nama yang terkuras air matanya lebih kerap dari sekedar salju itu, Anna./
Bait di atas masih berbicara mengenai hubungan Anna dengan sekelompok bangsa yang dikatakan punah. Dalam bait tersebut digambarkan bahwa kerapnya air mata kesedihan mengalahkan kerapnya salju yang turun di jalan-jalan maupun tenda-tenda. Tenda dapat dihubungkan dengan sebuah pengungsian. Jika ditarik kesimpulan sementara maka Checnya merupakan tempat yang berisi orang-orang yang mengungsi.   
/Aku bernyanyi untukmu, Anna. Ketika salju tak cukup memadamkan bara di tubuhmu/ Ketika burung-burung terbang ke dasar waktu. /Dan beratus pasang biji mata di giring ke arahmu./ Dalam bait ini digambarkan empati si aku yang bernyanyi untuk Anna ketika orang-orang mengetahui apa yang terjadi dengan Anna.
/Salak anjing lari dari jiwa hutan, rasa dingin lari dari tubuh salju, dan warna senja lari dari langit kelabu. Lalu yang datang kepadamu, Anna. /Mungkin rahasia atau kabar yang sederhana./ Gaya bahasa perumpamaan yang begitu dominan dalam bait terakhir ini membuat pembaca akan sulit menafsirkan maksud atau fenomena yang terjadi dengan Anna. Satu-satunya yang dipahami adalah Anna mendapatkan sebuah kabar atau berita yang sederhana.
Setelah menganalisis lapis suara dan lapis arti maka yang akan dibahas berikutnya ialah lapis ketiga. Pembahasan ini berisi tentang tokoh, latar, alur, dan objek-objek yang terdapat dalam sajak tersebut. Dalam sajak ini diceritakan seorang tokoh aku yang menyimpan rasa empati kepada sosok berambut kelabu bernama Anna Politskovskaya. Anna mati tertembak peluru makarov di dada dan kepalanya. Setelah itu banyak orang-orang yang bernyanyi untuk Anna termasuk si aku. Satu-satunya latar tempat yang tersurat dalam sajak tersebut adalah Checnya. Di checnya kematian digambarkan menjadi suatu hal yang lumrah. Anna Politskoovskaya dipastikan memiliki hubungan dengan orang-orang yang berada di Checnya. Checnya digambarkan sebagai bangsa yang punah, bangsa yang sering merasakan kesedihan. Pertanyaan yang kemudian muncul di setiap benak pembaca adalah –siapakah Anna Politskovskaya?
Pemaparan mengenai fenomena yang terjadi di dalam puisi tersebut tidak cukup mengungkap maksud puisi secara menyeluruh. Keberadaan tokoh Anna Politskovskaya masih belum jelas asal-usulnya. Apakah ia ada di kehidupan nyata atau hanya sosok imajiner yang diciptakan oleh pengarangnya. Apakah tragedi penembakan yang terjadi pada Anna adalah sebuah alegori atau benar-benar terjadi di dunia nyata.  
Pradopo (2012:19) mengemukakan bahwa analisis strata norma Roman Ingarden itu dapat dikatakan hanya analisis puisi secara formal saja, menganalisis fenomena-fenomena saja. Rene Wellek (1986:156) menilai bahwa analisisnya yang maju itu menjadi berkurang nilainya karena tidak dihubungkan dengan penilaian. Analisis strata norma dimaksudkan untuk mengetahui semua unsur (fenomena) karya sastra yang ada. Dengan demikian, akan dapat diketahui unsur-unsur pembentuknya dengan jelas. Namun analisis yang hanya memecah-mecah demikian, dapat berakibat mengosongkan makna karya sastra (T.S ELIOT Via Sansom, 1960:155 dalam Pradopo, 2012:20)
Jika kita simpulkan pendapat-pendapat di atas, analisis yang sudah dipaparkan sebelumnya perlu ditindaklanjuti guna mengetahui makna sajak seutuhnya. Teori semiotika dengan pendekatan mimetik menjadi salah satu pilihan untuk menganalis karya lebih jauh lagi. Menurut Pradopo (2012:294)  untuk konkretisasi makna puisi dapat diusahakan dengan pembacaan heuristik dan heurmeunetik. Pada mulanya sajak dibaca secara heuristik, kemudian dibaca ulang secara heurmeunetik. Pemaparan sebelumnya dengan menggunakan lapis norma pertama hingga lapis norma ketiga dapat disebuat pula dengan pembacaan heuristik. Berikut akan dipaparkan analisis karya melalui pembacaan heurmeunetik. 
Pembacaan Heurmeunetik
Dalam kritik aliran Hegel dan Taine, kebesaran sejarah dan sosial disamakan dengan kehebatan arstrik. Seniman menyampaikan kebenaran yang sekaligus juga merupakan kebenaran sejarah dan sosial. Karya sastra merupakan “dokumen karena merupakan monumen” (Wellek dan Werren, 1989:111).
            Berangkat dari pendapat Hegel dan Taine, puisi “Buat Anna Politskovskaya” karya Bode Riswandi dicurigai memiliki nilai sejarah yang perlu diungkap. Hal ini bisa dikuatkan dengan munculnya nama seseorang, perstiwa, dan tempat dalam puisi tersebut. Dalam Wellek dan Werren (1989:122) dijelaskan pendekatan yang umum dilakukan terhadap hubungan sastra dan masyarakat adalah mempelajari sastra sebagai dokumen sosial, sebagai portet kenyataan sosial.
Hal di atas bisa menjadi pijakan untuk memberikan kemungkinan bahwa puisi Bode merupakan salah satu potret dari realita sosial. Entah Anna adalah sosok imajiner yang diciptakan untuk menggambarkan realita sosial di sekitar pengarang atau Anna adalah sosok nyata yang pernah hidup dan tercatat dalam sebuah sejarah yang pernah ada di masyarakat. Pendekatan mimetik yang ditawarkan Abrams mengungkapkan bahwa karya sastra memiliki hubungan dengan realita/kenyataan. Maka dari itu untuk mengetahui identitas Anna dalam puisi Bode bisa dilakukan dengan cara mencari data di luar karya.
            Tulisan David Rudra di dunia maya mengenai Anna Politskovskaya memaparkan bahwa Anna adalah seorang wartawan yang lahir di New York pada tahun 1958. Anna merupakan alumni Universitas Negeri di Moskow jurusan Jurnalistik. Karirnya sebagai seorang wartawan dimulai dari koran Izvestiya. Dunia internasional mengenalnya sebagai seorang wartawan paling kritis di Rusia. Setidaknya, dalam perjalanan karirnya sebagai wartawan dan aktivis HAM, Anna Politkovskaya menerima 10 penghargaan dari Amnesty Internasional, Reporter Without Borders, dan Organisasi Keamanan dan Kerjasama Eropa. Hal tersebut memberi satu keterangan bahwa Anna dalam puisi Bode bukan hanya sosok imajiner pengarang.
            Melalui diksi dan metafora yang dihadirkan dalam puisi tersebut kita dapat mencari tahu lebih jauh tentang Anna Politskovskaya.
 /Salju yang runtuh dari rambut kelabumu/ Baris tersebut memberikan sebuah gambaran bahwa Anna Politskovskaya merupakan seseorang yang memliki rambut berwarna abu-abu. Penggambaran tersebut untuk menunjukan bahwa umur Anna sudah tidak lagi muda. Jika melihat data di atas, pada saat pengarang menulis puisi ini tahun 2009, umur Anna diperkirakan 51 tahun. Maka dapat dikatakan pengarang begitu apik menggambarkan Anna yang sudah beruban dengan diksi rambut kelabumu. Diksi salju yang dituliskan di awal kalimat bisa langsung memberikan sebuah penegasan bahwa Anna bukanlah seseorang yang hidup di sekitar pengarang, yaitu Indonesia. Seperti yang telah diketahui bersama bahwa Indonesia merupakan negara yang tidak pernah mengalami musim salju. Setelah mengetahui biodata Anna yang menjalani studi di moskow, maka diksi salju merupakan upaya pengarang untuk memberikan petunjuk kepada pembaca bahwa latar yang dihadirkan adalah tempat yang memiliki musim salju, dalam hal ini Moskow.
/Semacam peluru makarov yang dilempar /Seseorang ke dada dan kepalamu/. Baris ini menceritakan bahwa sesuatu telah terjadi pada Anna Politskovskaya. Menurut beberapa data di internet, Anna ditembak mati di dada dan kepala oleh seseorang misterius pada tahun 2006 di apartemennya. Ini berarti pengarang menulis puisi saat Anna sudah meninggal tiga tahun sebelumnya, pada umur 48 tahun.
/Lantas orang-orang bernyanyi untukmu, tentang nasib serta takdir mereka yang bermukim di lobang senjata./ Di checnya kematian itu mudah tumbuh. Bagaikan rumput katamu. Berlapis-lapis ketakutan menjalar di dinding dan di kanal./
David Rudra meneruskan tulisannya yang menceritakan hubungan Anna dengan Checnya. Dalam tulisan tersebut dikatakan bahwa Anna berubah menjadi harimau yang sangat ditakuti. Anna bukan saja menjadi seorang wartawan yang kritis, tapi juga sebagai analis yang mencatat perang kotor antara Rusia dan Grilyawan Chechnya. Dalam sebuah catatan, Anna Politkovskaya bahkan sempat mendokumentasikan perlakuan kejam militer Rusia dan pasukan yang loyal kepada Kadyrov terhadap penduduk checnya.
Dia menulis tentang pembunuhan massal, penculikan, hingga serdadu Rusia yang menjual tulang belulang gerilyawan Chechnya kepada keluarganya untuk dimakamkan secara Islam. Tulisan-tulisan itulah yang mengantarkannya sebagai kritikus perang tervokal. Akibatnya, ancaman demi ancaman datang menghampiri Anna.
Jelas sudah maksud dari baris di atas yang menyebut Checnya sebagai tempat yang tidak asing dengan peristiwa kematian. Menurut data Checnya merupakan wilayah yang ingin membentuk negaranya sendiri layaknya timor-timur di Indonesia saat itu, namun sayangnya tidak ada satupun negara yang mau mengakuinya. Rusia merupakan satu-satunya negara yang paling gencar melakukan perlawanan terhadap keinginan Checnya. Anna Politskovskaya kemudian melakukan liputan investigasi di Checnya dan membuat sebuah buku yang menggambarkan berbagai peristiwa pelanggaran HAM di Checnya. Keberanian Anna menguak kekejaman Rusia akhirnya mengantarkan Anna pada kematiannya yang sudah dibahas pada baris kedua puisi Bode.
/Lantas orang-orang bernyanyi untukmu, tentang nasib serta takdir mereka yang bermukim di lobang senjata./ Dari pemaparan di atas, maka baris pada puisi Bode yang menyatakan bahwa orang-orang bernyanyi untuk Anna dimaksudkan untuk mengkiaskan orang-orang yang peduli terhadap peristiwa yang menimpa Anna. Banyak protes dan tulisan dari masyarakat yang menuntut keadilan untuk Anna dan Checnya.
/Aku bernyanyi untukmu, Anna. Ketika jari lentikmu berdarah mencium aroma bangsa yang punah/. Diksi jari lentikmu berdarah kemungkinan besar ditujukan kepada Anna yang berprofesi sebagai wartawan. Dimana wartawan identik dengan sebuah tulisan dan tulisan dapat dihubungkan dengan sebuah jari. Begitulah Bode yang memilih perumpamaan untuk menggambarkan kisah Anna dengan sangat cerdik.
/Salak anjing lari dari jiwa hutan, rasa dingin lari dari tubuh salju, dan warna senja lari dari langit kelabu. Lalu yang datang kepadamu, Anna./Mungkin rahasia atau kabar yang sederhana./. Baris ini dapat dikatakan masuk ke dalam wilayah subjektif pengarang, di mana pada baris ini pengarang menggunakan sebuah majas personifikasi yang akan memunculkan banyak penafsiran yang tidak bisa ditentukan maksudnya dengan mutlak. Jika berpijak pada data-data yang ada, maksud dari tiga perumpamaan diatas adalah untuk menggambarkan Anna yang berani keluar dari zona nyamannya sebagai warga Rusia. Ia berani mengambil resiko untuk menegakan hak azasi manusia dengan cara menjadi seorang jurnalis yang hanya mengharapkan sebuah rahasia dan kabar di sebuah wilayah. 
C.    SIMPULAN
Analisis dengan menggunakan teori struktural semiotik dan pendekatan mimetik di atas menunjukkan bahwa karya sastra tidak dapat lepas dari sebuah realita sosial. Puisi karya Bode Riswandi tersebut bukan hanya sekedar alegori atau cerita kiasan yang diciptakan pengarang melainkan fenomomena yang benar-benar terjadi di masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA
Pradopo, D.R. 2012. Pengkajian Puisi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Wellek, R dan Werren, A. 1989. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT Gramedia.
Faruk, 2012. Pengantar Sosiologi Sastra. Yogyakarta:Pustaka Pelajar
Faruk, 2012. Metode Penelitian Sastra. Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar